Ditulis Oleh : Murni Marlina Simarmata, S.S., M.Pd.

Profesi optometris belum dikenal luas di Indonesia sekalipun istilah tersebut telah lama digunakan dalam lingkup akademik dan praktisi kesehatan mata. Selain belum dikenal luas, istilah tersebut juga seringkali kurang dipahami dengan tepat dan bidang keahlian seseorang yang menyandang gelar tersebut juga belum tepat dipahami masyarakat.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) optometri diartikan sebagai “pengukuran penglihatan dan penentuan kacamata yang cocok untuk memperbaiki ketajaman pandangan mata”. Pengertian berdasarkan kamus tersebut hanya menunjukkan satu segi dari cakupan keahlian seorang penandang gelar optometris. Dalam pengertian lebih lengkap,  optometris merujuk pada  seseorang yang memiliki keahlian di bidang kesehatan mata, refraksi mata, koreksi mata  dan cara mengobati mata dengan instrumen yang berbeda-beda. Padanan dari gelar optometris adalah Refraksionis Optisien, disingkat RO, yang sebelumnya lebih sering digunakan di Indonesia.

Refraksionis merujuk pada ahli di bidang refraksi mata yakni  ilmu yang mempelajari perjalanan sinar pantulan dari suatu objek (benda) menjalar kedua mata sampai ditangkap oleh saraf mata di retina dan difusikan oleh neorvus optika jadi satu ke otak.

Pengertian refraksi optisi /optometri tidak terbatas hanya pada optik saja, tetapi mengarah pada pengertian luas, yaitu mulai dari penyakit -penyakit mata terutama untuk kelainan refraksi, penglihatan binokuler, pencegahan kebutaan, pembuatan alat rehabilitasi kelainan refraksi, penggunaan alat – alat ukur lensa sebagai pendukung kegiatan refraksi klinik, lensa kontak maupun laboratoriun ophtalmik optik.

Prospek kerja seorang RO/ optometris yaitu bekerja di puskesmas, rumah sakit mata baik negeri maupun swasta, klinik mata, perusahaan lensa kacamata, perusahaan lensa kontak, perusahaan frame kacamata, lembaga pendidikan (akademi refraksi), optik atau sebagai penangung jawab di optik atau wirausaha). Tenaga ahli refraksi optisi atau pun optometri juga bekerja di laboratorium optik dan lensa, dan sektor- sektor lainnya yang berhubungan dengan mata.  Selain dapat menjadi pengusaha optik atau bekerja di sebuah optik, seorang RO juga dapat menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PNS di Puskesmas, Klinik Mata, Rumah Sakit.

Dengan demikian, profesi ini sangatlah dibutuhkan, khususnya di Indonesia yang mengalami peningkatan penggunaan gadget dan juga laptop maupun komputer yang berdampak mengalami kelainan refraksi. Menurut tribunnews.com (2018), sudah tercatat 8.600 orang sebagai Refraksionis Optisien (RO) di Indonesia.  Kebutuhan tenaga Refraksi optisi /optometris sangat terbatas karena lulusan yang terbatas pula. Tuntutan kebutuhan masyarakat sangat besar khusus untuk RO atau optometris.  Kebutuhan pasar terhadap tenaga Refraksionis Optisien (RO) semakin tinggi. Jumlah lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga -tenaga Refraksionis optisien / Optometris di Indonesia juga hanya sedikit,  ada 12 yaitu:

  1. Akademi Refraksi Optisi Gapopin Jakarta
  2. Akademi Refraksi Optisi Leprindo Jakarta
  3. Akademi Refraksi Optisi Kartika Indera Persada (KIP) Jakarta
  4. Akademi Refraksi Optisi Padang
  5. Akademi Refraksi Optisi Surabaya
  6. D3 RO/Optometri STIKES Widya Husada Semarang
  7. D3 RO/Optometri STIKES Dharma Husada Bandung
  8. D3 RO/Optometri STIKES Bakti Tunas Husada (BTH) Tasikmalaya
  9. D3 Refraksi Optisi – Universitas Kader Bangsa, Palembang.
  10. D3 Refraksi Optisi STIkes Binalita Sudama Medan (BSM)
  11. D3 Refraksi Optisi STIkes Hakli- Semarang
  12. D3 Refraksi Optisi Universitas Megarezky Makassar.

Perguruan tinggi Refraksi Optisi sangat berperan untuk melahirkan lulusan – lulusan terbaik serta dianggap mampu mengabdi pada masyarakat, yang kemudian kita kenal sebagai “Refraksionis Optisien” atau sekarang dikenal dengan optometris. Seorang refraksionis optisien membutuhkan karakter ketekunan, ketelitian dan kesabaran karena selama menempuh studi akan menghadapi kesalahan atau kelainan mata yang bervariasi.

Sesungguhnya pengenalan refraksi optisi di masyarakat umum masih sangat kurang dipahami secara mendalam. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat umum tentang apa itu refraksi optisi dan optometri dan kehadiran refraksionis optisien / optometris di tengah – tengah masyarakat juga berperan besar dan penting serta penuh tanggung jawab dalam bidang kesehatan mata. 

Peraturan kementrian kesehatan nomor 19 tahun 2013 mengenai penyelengraan pekerjaan refraksionis optisien (RO), setiap optik di Indonesia harus memiliki satu refraksionis optisien agar dapat menerima resep pembuatan kacamata dan lensa kontak sesuai standar kesehatan.

Dengan dibuatnya Permenkes No 41 tahun 2015 mengenai standar profesi refraksionis optisien oleh Menteri kesehatan Republik Indonesia menjadi bukti, bahwa keberadaan refraksionis optisien (RO) di Indonesia telah diakui keberadaannya. Jenjang karir seorang refraksionis optisien (RO) /optometris juga dinilai cukup menjanjikan. Dengan kebutuhan tinggi dan kelangkaanya di Indonesia, memberikan peluang besar bagi lulusannya untuk dapat bekerja. Selain itu, seorang RO /Optometrias dapat membuka pekerjaan sendiri sebagai pengusaha, peluang PNS (Pegawai Negri Sipil) di klinik mata, rumah sakit dan juga tenaga pengajar di Lembaga pendidikan.

Seorang RO / optometris dalam melaksanakan pekerjaannya, memiliki kompetensi minimal melakaukan :

  1. Pelayan refraksi
  2. Pelayanan optisi
  3. Pelayanan lensa kontak

Pelayanan refraksi yang dimaksud sesuai dengan Peraturan kementrian kesehatan nomor 19 tahun 2013 adalah:

  1. persiapan pelayanan refraksi
  2. pemeriksaan anamnesa dan pendahuluan
  3. pemeriksaan mata dasar
  4. pemeriksaan refraksi objektif dan subjektif monokuler
  5. pemeriksaan penglihatan binokuler
  6. penetapan kelainan mata yang perlu dirujuk
  7. penyuluhan/bimbingan pemeliharaan penglihatan (vision care)
  8. penetapan ukuran lensa dan/atau jenis terapi penglihatan yang diperlukan untuk mencapai penglihatan binokuler yang single, jelas dan nyaman serta memenuhi kebutuhan visual pasien.
  9.  evaluasi pelayanan refraksi
  10. pencatatan pelayanan refraksi; dan
  11. memimpin satuan unit kerja refraksi.

Pelayanan optisi meliputi:

  1. penerjemahan resep kacamata dari dokter spesialis mata maupun hasil pemeriksaan sendiri/rekan sejawat Refraksionis Optisien/ Optometris
  2. merekomendasi jenis alat penglihatan (eyewear) sesuai kebutuhan visual pasien.
  3. pemesanan lensa kacamatan
  4. penilaian kacamata
  5. pemotongan lensa kacamata
  6. pengecekan lensa hasil processing
  7. penyesuaian/penyetelan kacamata standar
  8. pengepasan kacamata ke wajah klien/pasien
  9. penyuluhan dan bimbingan pemakaian kacamata
  10. evaluasi pelayanan optisi
  11. pencatatan pelayanan optisi
  12. memimpin satuan unit kerja optisi.

Pelayanan lensa kontak sendiri meliputi:

  1. persiapan pelayanan lensa kontak
  2. pemeriksaan pendahuluan pelayanan lensa kontak
  3. penentuan jenis lensa kontak
  4. penilaian fitting lensa kontak
  5. pemesanan lensa kontak
  6. bimbingan pemakaian dan perawatan lensa kontak
  7. pemeriksaan lanjutan/kunjungan ulang
  8. menentukan rujukan
  9. evaluasi pelayanan lensa kontak
  10. pencatatan pelayanan lensa kontak; dan
  11. memimpin satuan unit kerja lensa kontak.

Jadi, tanpa adanya seorang RO/optometris, seorang yang memiliki mata minus atau plus kesulitan untuk terbantu menghadapi masalah penglihatannya.  Seorang refrasionis optisien /optometris akan mengoreksi kelainan mata tersebut dengan tepat sesuai dengan kompetensinya di dalam perkuliahan.

Sumber:

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2013 https://dpmpt.gunungkidulkab.go.id/upload/download/f0f3f6d441622d9f43076f3bf661cffc_refraksionis.pdf

KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at: http://kbbi.web.id/pusat

Tribunnews,com.https://www.tribunnews.com/pendidikan/2018/04/24/kampus-ini-pencetak-refraksionis-optisien-terbanyak-di-indonesia?page=2