Ditulis Oleh : Bunyamin R.A, A.Md.R.O., S.E., M.M

PENGERTIAN ANAMNESA

Perlu diketahui bahwa sebuah anamnesa yang baik adalah modal dasar bagi Refraksionis Optisien untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit. Idealnya pasien dapat menggambarkan dengan jelas keluhan sakit yang dideritanya. Misalnya pasien dengan keluhan penglihatan, maka akan sangat membantu jika ia dapat menyebutkan dan menunjukkan dimana keluhan tersebut muncul. Bagaimana keluhan tersebut, apakah seperti penglihatan buram, seperti tidak jelas untuk melihat jauh dan melihat dekat, perih, silau dan sebagainya. Sejak kapan gangguan itu mulai dirasakan dan apakah terjadi terus-menerus atau sekali saja. Apa saja yang dapat memicu munculnya keluhan tersebut, aktivitas fisik, gangguan emosional atau kondisi-kondisi khusus lainnya yang dapat dijelaskan dengan bahasa pasien sendiri.

Menurut buku yang berjudul Kanker, Apakah Itu karangan Wim de jong adalah :

“Menanyakan riwayat penyakit disebut ’anamnesa’. Anamnesa berarti ’tahu lagi’, ’kenangan’. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta bantuan dan pemberi bantuan”1

Melalui anamnesa atau wawancara, seseorang dapat mengetahui penyakit yang sedang dialami oleh penderita. Jenis suatu penyakit pun dapat diketahui melalui gejala yang dirasakan oleh penderita. Pendeteksian

penyakit melalui anamnesa atau wawancara interpersonal dengan seseorang merupakan sebuah cara yang cukup tepat untuk mengetahui masalah kesehatan. Melalui keluhan-keluhan yang disampaikan dan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan dapat dibuat kesimpulan tentang kondisi kesehatan penderita. Maka akan diketahui juga dan dapat dicatat untuk menindak lanjutinya.

TUJUAN ANAMNESA

Dalam pemeriksaan anamnesa bertujuan untuk memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Seperti yang disebutkan dalam buku karangan Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG yaitu :

“Tujuan anamnesa adalah melakukan penggalian tentang keluhan utama yang berkaitan dengan penyakit lainnya”

Apabila anamnesa dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat membantu dalam penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesa saja Refraksionis Optisien dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat diitegakkan hanya dengan anamnesa yang benar. Membangun hubungan yang baik antara Refraksionis Optisien dengan pasien akan sangat membantu dalam proses pemeriksaan, umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan pemeriksa atau Refraksionis Optisien akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut sehingga cenderung tertutup utnuk mengungkapkan keluhan apa yang diderita. Tugas Refraksionis Optisien adalah untuk mencairkan hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesa adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan Refraksionis Optisien dan pasien sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Tujuan anamnesa ini guna untuk mengevaluasi gejala yang terdapat pada pasien. Dalam buku yang berjudul Comprehensive Vascular And Endovascular Surgery karangan Jhon W Hal let dikatakan :

“Before starting the procedure, every patient should be evaluated. The evaluation consist of obtaining an objective anamnesia to be aware of the patient’s symptoms, a progression of the existing complaint”

“Sebelum memulai prosedur, setiap pasien harus dievaluasi. Evaluasi terdiri dari memperoleh anamnesa yang tujuannya untuk menyadari gejala- gejala pasien, perkembangan dari keluhan yang ada”.

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Anamnesa

Dalam melakukan terhadap pasien perlu memperhatikan beberapa hal yang sekiranya dapat melancarkan dalam menggali informasi. Refraksionis Optisien harus mampu menerapkan hal-hal sebagai berikut:

a. Sikap (attitude)

Sikap adalah kelompok dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu. Dengan mengedepankan perilaku profesionalisme yang ditujukan dengan perkataan, perbuatan dan penampilan, hal ini akan membangun kepercayaan bagi para pasien. Profesionalisme sikap merupakan perilaku-perilaku yang biasa diamati. Dimana perilaku tersebut mencerminkan standar-standar dan nilai-nilai yang dibuktikan melalui cara bertutur kata, cara bersikap maupun penampilan. Hal itu nantinya akan menimbulkan sikap percaya pasien kepada Refraksionis Optisien. Ketika sikap percaya itu tumbuh yang terjadi apapun yang terjadi pada dirinya pasien akan merasa nyaman.

b. Bahasa

Berhati-hatilah dengan isti lah-istilah yang digunakan pada pasien saat melakukan anamnesa, gunakanlah bahasa yang mudah dipahami oleh pasien agar pasien dapat mengungkapkan semua keluhan yang dideritanya. Pola berbicara adalah relevan dalam anamnesa..

Pewawancara harus menguasai sejumlah kata penting dalam bahasa tersebut untuk mendapatkan penghargaan dan kepercayaan pasien.

Dengan memanipulasi nada suara, kecepatan, penekanan dan volume suara, pewawancara dan pasien dapat menyampaikan arti emosional yang penting kepada lawan bicaranya. Pemakaian nada suara yang hangat dan lembut menyejukkan dan menghibur pasien serta meningkatkan komunikasi.

Macam-macam Anamnesa

a. Anamnesa pada anak

Anamnesa dapat dilakukan langsung terhadap pasien, yang disebut autoanamnesis. Seperti yang disebutkan Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa dalam bukunyayang berjudul Konseling dan Psikoterapi yaitu :

“Ini bisa diperoleh langsung dari yang bersangkutan yaitu kliennya sendiri disebut auto-anamnesis”2

Dan anamnesa dapat juga dilakukan terhadap orangtua,

wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain disebut sebagai alloanamnesis.

“Dalam hal seperti ini, yaitu data atau keterangan diberikan oleh orang lain, disebut sebagai alloanamnesis.”

Oleh karena itu sebagian besar anak belum dapat memberikan keterangan,

maka dalam bidang kesehatan anak, alloanamnesis menduduki tempat yang yang jauh lebih penting daripada auto-anamnesis. Hambatan langsung yang dijumpai pada saat pembuatan anamnesa pasien ialah pada umumnya anamnesa terhadap anak berupa alloanamnesis, dan bukan auto-anamnesis. Dalam hubungan ini pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias, oleh karena ada data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi orang tua atau pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan, adat, tradisi, kepercayaan, kebiasaan dan faktor budaya lainnya.

b. Anamnesa Pada Orang Lanjut Usia.

Penggalian informasi kepada pasien yang usia lanjut harus didasari dengan kesabaran dan kehati-hatian karena pada usia itu pasien telah banyak mengalami kekurangan baik pendengaran maupun daya bicara. Seorang Refraksionis Optisien dalam melakukan wawancara terhadap pasien yang lanjut usia harus memperhatikan kekurangan dari pasien tersebut harus dengan nada bicara keras atau tidak, harus dengan gerakan-gerakan dalam anamnesa atau dengan nada bicara yang biasa.

Ucapan atau bicara yang dilontarkan oleh pemeriksa harus dengan nada halus dan sopan, karena orang yang sudah lanjut usia tersebut lebih memiliki perasaan yang halus dan seorang pemeriksa harus bersabar demi mendapatkan informasi yang akurat.

     Dengan melakukan anamnesa ini kita dapat lebih mudah melakukan tahapan pemeriksaan refraksi serta membantu untuk menentukan akan kelainan refraksinya. Anamnesa langkah yang harus dilakukan awal dari semua kegiatan pemeriksaan.

Leave a Reply