Penelitian atau riset merupakan salah satu bentuk kegiatan pembelajaran Refraksi Optisi dan Optometry yang rutin di lakukan oleh mahasiswa dan akademisi ARO Gapopin. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun cara berpikir kritis, inovatif dan kreatif dalam melakukan kajian terkait kelainan mata yang terus meningkat pada masyarakat, sehingga menjadikan mahasiswa mampu memiliki passion menjadi peneliti untuk lebih mendalami, memahami, dan mampu melakukan metode riset secara lebih baik yang sangat dibutuhkan untuk memperdalam keilmuan tentang berbagai kelainan yang terjadi pada mata.

ARO Gapopin adalah salah satu dari perguruan tinggi yang membidangi jurusan keahlian kesehatan mata (Refraksi Optisi dan Optometry). ARO Gapopin merasa terpanggil untuk selalu melakukan kegiatan berbagai penelitian/riset/PKM di dalam maupun di luar kampus ARO Gapopin (masyarakat/lembaga pendidikan). Dalam kegiatan ini  mahasiswa didampingi dosen dapat berperan sebagai peneliti/asisten peneliti yang bertujuan menjadikan mahasiswa semakin berkualitas, semakin kompeten dan ahli di bidang Refraksi Optisi dan Optometry.

Mata adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, dengan mata kita dapat menikmati segala keindahan yang ada di dunia. Mata merupakan salah satu organ terpenting dari tubuh manusia untuk dijaga kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan mata adalah anugerah yang tidak dapat dibayar dengan apapun. Melihat begitu sangat berharganya mata bagi kehidupan kita, maka dari itu menjaga mata merupakan hal pokok yang perlu dilakukan setiap harinya.

Sampai saat ini kelainan mata terus meningkat di Indonesia seperti mata minus, plus, silinder, katarak hingga masalah kebutaan. Oleh karenanya kemajuan teknologi yang semakin pesat mampu merekam pergerakan mata yang sewaktu- waktu membawa risiko besar jika tidak di tangani dengan benar oleh ahlinya, dengan bantuan peralatan modern maka kemajuan demi kemajuan besar telah dicapai dalam menggambarkan cara mata bergerak. Hal ini senada dengan hasil penelitian Aristoteles mengatakan bahwa ciri mendasar gerakan mata adalah binokular dan dia menggambarkan gabungan fungsi mata. 

Hal ini kemudian didukung dengan menggunakan prosedur sederhana seperti meletakkan jari di atas kelopak mata yang tertutup dan berpuncak pada hukum Hering tentang persarafan yang setara. Penjelasan kontemporer tentang pergerakan mata cenderung terbagi dalam dua kategori—stabilitas pandangan dan pergeseran pandangan (Leigh dan Zee 2006 ; Walls 1962). Pembagian ini mewakili hasil penelitian selama berabad-abad dimana ciri-ciri dinamis perilaku okulomotor hanya dihargai secara samar-samar.  Dari sejarah yang disajikan di sini adalah bahwa arah mata, bukan dinamika mata, menjadi perhatian utama hingga akhir abad ke-19. 

Dalam konteks sejarah, perkembangan deskripsi dan pengukuran akan disusun berdasarkan binokularitas, torsi, vertigo visual, membaca dan melihat pemandangan, dan terakhir stabilitas selama fiksasi. Mata bergerak untuk menemukan objek yang diinginkan di wilayah fovea dengan resolusi visual terbesar. Mereka digerakkan oleh otot-otot yang melekat pada bola mata dan rongga mata. Diagram di tengah Gambar 1 diambil dari Manual Pemeriksaan Mata Landolt ( 1879 ). Tahun penerbitannya penting untuk penemuan tentang diskontinuitas pergerakan mata, tetapi bukan tentang anatomi mata.

Mata Galen. Potret Claudius Galen (ca 130–200) diambil dari ukiran di Pettigrew ( 1840a ). Diagram mata (dari Magnus 1901 ) didasarkan pada deskripsi yang diberikan oleh Galen, yang memberikan rincian enam otot ekstraokular dan fungsinya (© Nicholas Wade).

Ketidaksejajaran mata tercatat pada zaman yunani kuno, namun hubungannya dengan masalah penglihatan binokular baru dilaporkan (Duke-Elder dan Wybar 1973 ; Hirschberg 1982 ; Maddox 1907 ; Shastid 1917 ; van Noorden 1996 ). Para spesialis mata di Babilonia kuno, Mesopotamia, dan Mesir pasti memiliki pengetahuan tentang anatomi mata untuk melakukan operasi yang diketahui pernah mereka lakukan dan sebagian besar dilakukan pada katarak. Catatan yang masih ada seperti papirus Ebers (Hirschberg 1982) terutama berkaitan dengan biaya yang mereka bebankan dan hukuman yang mereka derita karena kesalahan operasi bukan kondisi yang mereka atasi. Keterampilan dan pemahaman mereka akan diteruskan ke dokter Yunani yang mengembangkan dan mencatatnya. Banyak teks Yunani melalui terjemahannya, telah dikirimkan kepada kita namun ilustrasi apa pun yang mungkin disertakan dalam teks tersebut tidak bertahan dalam bentuk aslinya.

Mengapa kita bisa mengalihkan pandangan kedua mata secara bersamaan ke arah kanan dan ke kiri serta ke arah hidung, dan mata yang satu ke kiri atau ke kanan, namun tidak bisa mengarahkan keduanya secara bersamaan ke kanan dan yang lain ke kiri? demikian pula kita bisa mengarahkannya ke bawah dan ke atas, dapat memutarnya secara bersamaan ke arah yang sama, namun tidak secara terpisah. Apakah karena dua mata terhubung pada satu titik, dan dalam kondisi seperti itu, ketika salah satu ekstremitas bergerak, ekstremitas lainnya harus mengikuti arah yang sama, karena ekstremitas yang satu menjadi sumber pergerakan ekstremitas lainnya (Ross 1927 , halaman 957b–958a).

Gambar 2.
 
Mata Aristoteles. Potret Aristoteles (384–322 SM) berasal dari ukiran di Wood ( 1880 ), dan diagram mata dibuat oleh Magnus ( 1901 ) dari deskripsi yang diberikan oleh Aristoteles. (b) dunia Ptolemy. Claudius Ptolemy (100–170) paling dekat hubungannya dengan model kosmologi geosentrisnya; di sini dia menatap Bumi sambil melihat benda-benda langit. Namun, bukunya tentang optik menjelaskan banyak fitur persepsi serta koordinasi binokular (© Nicholas Wade).
 

Sejarah terkait penelitian tentang mata di atas menjadikan kami para mahasiswa dan akademisi ARO Gapopin untuk terus belajar dan memperdalam ilmu struktur mata sehingga kita dapat terus melakukan penelitian, kajian  dan pencegahan terhadap kelainanan mata pada masyarakat. Kami telah banyak melakukan berbagai kegiatan penelitian terkait kelainan penglihatan di masyarakat baik kegiatan bersekala kecil maupun kegiatan bersekala besar. Salah satu contoh kegiatan penelitian mata di salah satu SMK  (Tangerang Selatan) oleh mahasiswa yang didampingi dosen pembimbing perguruan tinggi ARO Gapopin Jakarta tahun 2023.

Hasil penelitian dari 46 responden didapatkan bahwa pada karakteristik berdasarkan jenis kelamin laki-laki 29 orang (63,0%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17 orang (37%) serta karakteristik berdasarkan umur dari 46 peserta 2 guru ( 4.3 %) berumur 52 tahun dan 12 serta 42 ( 91% ) berumur 17 tahun, nilai visus yang diperoleh adalah 20 (43,5%) mengalami penglihatan normal sedangkan 26 (56,5%) peserta mengalami low vision, efesiensi penglihatan binokuler cukup baik yaitu 24 (52,2%) mengalami penglihatan normal sedangkan 22 (47,8%) peserta yang  mengalami low vision, dan penurunan ketajaman penglihatan atau visus akibat kelainan refraksi adalah 26 (56,5%) peserta.

Kesimpulan hasil penelitian yaitu siswa kelas III dan guru SMK Bahagia di Tangerang Selatan memiliki responden jenis kelamin laki-laki 29 (63,0%) orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 17 (37%) orang serta dari 46 peserta 2 ( 4.3 %) berumur 52 tahun dan 12 serta 42 ( 91% ) berumur 17 tahun. Siswa/i kelas III dan guru SMK BAHAGIA di Tangerang Selatan memiliki nilai visus yaitu 20 (43,5%) mengalami penglihatan normal sedangkan 26 (56,5%) siswa mengalami low vision, efesiensi penglihatan binokuler yang cukup baik yaitu 24 (52,5%) penglihatan normal dan 22(47,8%) atau low vision, namun tingginya angka low vision menunjukkan bahwa kondisi penglihatan siswa perlu diwaspadai, penurunan visus pada siwa III & guru SMK BAHAGIA di Tangerang Selatan secara keseluruhan diakibatkan oleh kelainan refraksi yaitu sebanyak 26 (56,5%) peserta.

Referensi :

(Leigh dan Zee 2006 ; Walls 1962) pergerakan mata cenderung terbagi dalam dua kategori—stabilitas pandangan dan pergeseran pandangan.

(Magnus 1901 ) Diagram mata.

(Duke-Elder dan Wybar 1973)  masalah penglihatan binokular

 (Ross 1927 , halaman 957b–958a)  ekstremitas yang satu menjadi sumber pergerakan lainnya

(www.arogapopin.ac.id) Sumber keahlian kesehatan  mata