Ditulis Oleh : Ferry Doringin, S.Fil., M.Hum., Ph.D.

Kompetensi Abad 21 dan Revolusi Industri 4.0 telah mengkondisikan siswa untuk belajar menggunakan teknologi. Dalam situasi pandemi Covid-19, teknologi menjadi suatu keharusan ketika siswa harus melakukan pembelajaran jarak jauh menggunakan zoom meeting, google meet dan media sejenis. Namun, penggunaan teknologi yang intens dengan durasi lama, apalagi tidak didukung posisi yang baik bisa menggangu Kesehatan mata siswa. ARO Gapopin mendukung sejumlah sekolah untuk bisa mendeteksi gangguan mata dan mengedukasi siswa menjaga Kesehatan mata. Program kami didukung oleh 2.5NVG anak perusahaan dari PT. Essilor Indonesia.

Teknologi dan kesehatan mata pada siswa

Yelubay et al. (2020) menegaskan bahwa pada jaman masyarakat digital saat ini, integrasi teknologi dalam Pendidikan merupakan keharusan. Konsekuensinya, pendidik harus mengembangkan budaya dan kompetensi digital.  Lebih dari itu, Hu et al. (2019) menyatakan bahwa teknologi menjadi keharusan karena terkait dengan focus utama Pendidikan, yakni siswa. Budaya dan kompetensi teknologi seolah-olah melekat para siswa sebagai generasi masa kini. Presnky (2001) menyebut bahwa siswa merupakan digital natives untuk menggambarkan bahwa mereka tidak bisa dipisahkan dengan teknologi.

Menurut Vanderkam (2013), teknologi memungkinkan siswa untuk mencapai Keterampilan Abad 21, seperti komunikasi, kolaborasi, pemikiran kritis dan pemecahan masalah, serta kreativitas dan inovasi. Dengan teknologi, siswa mengembangkan cara berpikir, cara kerja, cara hidup, dan cara pengembangan diri. Wahab Ali menegaskan bahwa pandemi mendorong sekolah untuk hanya bisa memilih pembelajaran jarak jauh dan online.

Teknologi meningkatkan kasus myopia

Smita Agarwal menyatakan bahwa peningkatan penggunaan komputer telah menyebabkan peningkatan jumlah pasien dengan keluhan mata. Orang-orang yang mengalami gangguan mata karena computer disebut penderita Sindrom Penglihatan Komputer (CVS).  Muhammad Asroruddin bahkan menyebut bahwa dampak negatif teknologi bisa menyebabkan kebutaan ketika teknologi tidak digunakan dengan baik. Perkembangan teknologi membuat anak semakin sering menggunakan gadget dalam waktu lama dan itulah yang menyebabkan myopia.

Miopia atau rabun jauh (shortsightness) merupakan kondisi mata dimana seseorang mengalami gangguan untuk melihat jauh dengan jelas dan tajam. Terdapat dua penyebab myopia yang sangat dikenal, yakni: (a) panjang bola mata (axial length) yang sudah melebihi nilai normal, atau (b) kemampuan refraktif dari media refraksi mata (kornea, cairan akueous, lensa, dan cairan vitreous) tidak mampu lagi membiaskan rangsangan sinar yang masuk secara tepat di retina (bintik kuning).

            Dr. Timothy Ehlen  menyatakan bahwa kecanduan teknologi yang berakibat Ketengan Mata Digital biasanya merupakan efek cahaya biru dari gadget. Cahaya biru menciptakan efek silau pada mata yang dapat menyebabkan gejala seperti mata kering, penglihatan kabur, sakit kepala, rabun jauh, dan kelelahan mata. Itulah gejal-gejala dari Ketegangan Mata Digital. Fenomena Ketegangan Mata Digital bersifat sementara, tetapi paparan jangka panjang terhadap cahaya biru bisa sangat serius, yakni berkontribusi pada kerusakan fotokimia, yang berpotensi membahayakan sel retina dan membuat orang rentan terhadap sejumlah gangguan mata.

Holden et al. (2016) memprediksi bahwa myopia secara global akan meningkat dari 28% (sekitar 1,9 miliar orang) pada tahun 2010 menjadi 34% tahun 2020 dan meningkat lagi menjadi 50% (5 miliar orang) pada tahun 2050. Holden et al. juga menyebutkan bahwa prevalensi global dari myopia berat akan meningkat lebih tinggi lagi dari 4% (227 juta orang) pada tahun 2010 menjadi 10% (938 juta orang) pada tahun 2050.

Dampak gadget kepada anak (siswa)

Pada saat ini, semakin banyak anak usia sekolah dasar menderita gejala myopia, atau rabun jauh atau mata minus.  Anak-anak menjadi pihak yang berisiko tinggi untuk memperoleh dampak dari teknologi disebabkan oleh pengendalian diri dan kesadaran diri mereka yang masih sangat terbatas. Biasanya anak-anak tidak bisa membatasi diri mereka ketika melakukan aktivitas yang sangat menyenangkan mereka. Berselancar menggunakan internet, bermain games serta media social adalah hal-hal yang menyenangkan. Sebagian besar anak tidak memiliki kendali untuk membuat batasan bagi diri mereka sendiri.

Dengan COVID-19 dan pergeseran ke pembelajaran online oleh banyak sekolah, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat layar. Anak-anak diberi kelonggaran untuk menggunakan gadget untuk membantu mereka melakukan pembelajaran. Tetapi juga, anak mendapat kelonggaran untuk menggunakan gadget karena aktivitas keluar bisa sangat terbatas terkait pembatasan untuk bepergian.

Program ARO Gapopin untuk mengedukasi sejumlah sekolah merupakan antisipasi terhadap  dampak penggunaan teknologi yang bisa saja menghambat keberhasilan siswa untuk sukses karena terganggu dalam penglihatannya. Beberapa poin inti yang ditegaskan kepada para siswa dan guru, yakni cara untuk melindungi penglihatan dan melindungi mata dari paparan cahaya biru yang berlebihan. Cara-cara tersebut, antara lain:

  1. Menetapkan durasi waktu menggunakan gadget.
  2. Matikan perangkat elektronik setidaknya dua jam sebelum tidur. Sinar biru pada mata bisa mengganggu tidur sehingga mata perlu diistirahatkan dari sinar itu sebelum tidur.
  3. Meningkatkan kecepatan kedipan mata. Kecepatan kedipan normal adalah 15 kali per menit, tetapi kecepatan ini menurun hingga 50 persen saat orang menggunakan perangkat digital.
  4. Beristirahat secara teratur dari layar gadget. Sebuah sistem ditetapkan untuk bisa beristirahat dari layar, yakni  beristirahat secara teratur setiap 20 menit atau lebih. Ini dikenal dengan aturan 20-20-20. Setiap 20 menit, lihatlah sesuatu yang berjarak setidaknya 20 kaki selama setidaknya 20 detik.
  5. Mengatur posisi layar yang terkait dengan posisi tubuh yang ideal. Pastikan layar di komputer desktop atau laptop sedikit di bawah ketinggian mata. Para ahli menetapkan aturan 1/2/10 yang artinya: ponsel idealnya di satu kaki, perangkat desktop dan laptop di dua kaki, dan layar TV  kira-kira 10 kaki (tergantung besar layar juga).

ARO Gapopin dengan dukungan 2.5 NVG anak perusahaan dari PT. Essilor Indonesia terus bergerak penuh semangat untuk mengedukasi guru dan siswa agar bisa memelihara Kesehatan mata. Beberapa hal yang menjadi kepedulian kami adalah bahwa myopia itu sulit disembuhkan karena: (a) tidak disadari; (b) tidak berusaha dikoreksi; (c) menggunakan kacamata yang asal-asalan (hanya mencari harga murah?); (d) menggunakan kacamata tanpa pengetahuan mendalam. Intervensi ARO Gapopin diharapkan bisa mengatasi masalah ini. Kami terus menjangkau sejumlah sekolah, mengedukasi guru dan siswa, dan mengadakan pemeriksaan.

Leave a Reply