Ditulis Oleh : Murni Marlina Simarmata, S.S., M.Pd.

Hingga sekarang masih terdapat perdebatan di antara para ahli tentang bukti-bukti arkeologis penggunaan kaca mata di masa purba (kuno) yang mencakup periode waktu beberapa millennium lalu. Tetapi bukti tertulis penggunaan kacamata dalam literature sejarah pertama kali ditemukan dalam tulisan Seneca Muda pada abad I Masehi. Seneca dikenal sebagai tutor dari Kaisar Nero (Romawi). Dalam sebuah karyanya dia menulis: “Huruf, walaupun kecil dan kabur, akan tampak lebih besar dan lebih jelas kalau dilihat dengan kaca berisi air” (Kriss et al, 1998). Kaisar Nero sendiri diberitakan menggunakan permata Kristal (zamrud) sebagai lensa koreksi ketika menonton pertandingan gladiator.

Selanjutnya terdapat beberapa klaim sebagai pembuat kacamata pertama yang menggunakan gagang sebagaimana kita kenal sekarang. Klaim paling terkenal adalah dari Salvino D’Armate dari Italia yang membuat kacamata pada tahun 1284.

 Lensa tersebut dibuat dari kaca atau kristal dengan gagang penahan sehingga lensa menempel di mata. Framenya terbuat dari logam dan  dapat mengoreksi hiperiopia dan presmiopia. Nicolas dari Cusa kemudian berhasil membuat kacamata koreksi myopia menggunakan lensa cekung. Keberhasilan tersebut membuat kacamata semakin popular sebagai alat koreksi penglihatan. Maka di akhir abad ke-14 kacamata telah diproduksi secara komersial dan telah diedarkan ke seluruh Eropa.

Pada akhir tahun 1700-an kacamata juga mulai digunakan di Amerika Serikat. Benjamin Franklin membuat lensa bifokal pada tahun 1784, yang sebelumnya menggunakan lensa terpisah dengan rimmed frame. Lensa tersebut dapat mengoreksi myopia dan presbyopia. Berkat inovasi tersebut dan berbagai inovasi lain yang terus muncul, toko kacamata (optikal) pertama dibuka di Philadelpia, Amerika Serikat, tahun 1799 oleh John McAlisster.

Penggunaan kacamata sebagai fashion mulai populer pada tahun 1800-an dan monokel pertama, lensa dengan 1 kaca, dibuat di Inggris. Selanjutnya inovasi-inovasi di  bidang kacamata baik sebagai alat koreksi maupun sebagai fashion terus berkembang pesat dengan beragam model dan desain. Material yang digunakan juga semakin beragam tetapi mulai tahun 1900-an bahan dasar logam mulai ditinggalkan, digantikan dengan titanium dan baja kualitas tinggi yang lebih ringan dan lebih tahan lama. Bahan tersebut membuat lensa menjadi lebih tipis, lebih tahan terhadap goresan dan retak. Di era lebih modern penggunaan bahan plastik kemudian lebih diminati karena lebih murah, lebih mudah didesain sesuai kebutuhan pasar dengan tetap mempertahankan kualitas yang telah didapat dari bahan sebelumnya.

Kebutuhan masyarakat akan kacamata terus meningkat, membuat optikal tumbuh subur di Eropa dan Amerika sejak awal tahun 1900-an. Assosiasi para produser dan pedagang kacamata juga terbentuk baik dalam skala negara maupun skala regional. Demikian juga dengan asosiasi para ahli di bidang optometri.

Di Asia Tenggara, kacamata pertama kali popular di Filippina dibawa oleh orang-orang Amerika Serikat yang menduduki Filippina sesudah perang Spanyol-Amerika. Klinik optometri pertama di Filippina dibuka tahun 1902. Seiring dengan semakin banyaknya toko-toko kacamata dan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kacamata, disusunlah undang-undang yang mengatur perkacamataan dan keahlian yang dibutuhkan di bidang tersebut. Undang-undang tersebut disebut optometry legislation yang disusun tahun 1917.

Di Indonesia sendiri, kacamata telah ada sejak jaman kolonial yang pada saat itu dikelola oleh warga asing. Sedangkan untuk orang pribumi yang pertama kali merintis toko kacamata yaitu A.kasoem. Sebelumnya ia bekerja di sebuah toko kacamata milik pengusaha Jerman bernama Kurt Sclosser, di Bandung. Pada tahun 1943 A. Kasoem membuka toko kacamatanya sendiri di Jalan Pungkur, Bandung. Dimana beliau menjual kacamata buatannya sendiri dengan mengimpor bahan bakunya dari luar negeri. Pada tahun 1970 A.Kasoem telah membuka pabrik kacamata di Garut, setelah sebelumnya menimba ilmu seputar optik di Jerman.

Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai inovasi di bidang kacamata yang dihasilkan negara-negara lain semakin mudah dan cepat diadopsi di Indonesia. Pasar kacamata juga terus tumbuh, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan alat koreksi tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan akan mode atau perangkat penunjang penampilan.

REFERENSI

Kriss et al (1998). History of the Operating Microscope: From Magnifying Glass to Microneurosurgery.  Neurosurgery, 42 (4): 899–907.

Thai, V., & Yap, M. (2010). Optometry in Asia. Optometry within the Public Health Community.

D. C. Lindberg, “Roger Bacon on Light, Vision, and the Universal Emanation of Force”, pp. 243-275 in Jeremiah Hackett, ed., Roger Bacon and the Sciences: Commemorative Essays, (Leiden: Brill, 1997), pp. 245-250; Theories of Vision from al-Kindi to Kepler, (Chicago: Univ. of Chicago Pr., 1976), pp. 107-18; The Beginnings of Western Science, (Chicago: Univ. of Chicago Pr., 1992, p. 313.

Gapopin dari Waktu ke Waktu

Kaca Mata. Wikipedia. Org.