Ditulis Oleh: Kadaryati, A.Md.RO., S.Pd., M.Kes.

Miopia atau sering disebut rabun jauh adalah jenis kerusakan mata yang disebabkan oleh sumbu mata (jarak kornea-retina) yang terlalu panjang atau daya bias kornea, lensa atau akuos humor yang terlalu kuat. Gejala klinis pada miopia dibedakan menjadi dua, yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala subyektif diantaranya kabur bila melihat jauh, membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat, lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tak sesuai dengan akomodasi), astenovergens. Gejala obyektif antara lain miopia simpleks dan miopia patologik.

Pemeriksaan untuk kelainan refraksi pada mopia dilakukan dengan beberapa uji yaitu: uji pinhole, uji refraksi, uji pengaburan. Pertama, uji pinhole. Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman pennglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan. Kedua, uji refraksi. Uji refraksi terdiri dari refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif yaitu metode yang digunakan adalah dengan metoda ‘trial and error’ jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu  ditentukan visus/tajam penglihatan masing-masing mata. Ketiga, uji pengaburan. Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Pemeriksaan dengan optotipe Snellen dilakukan dengan jarak pemeriksa dan  penderita sebesar 5-6 m, sesuai dengan jarak tak terhingga, dan pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa maupun penderita. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau visus (VOD/VOS) yang dinyatakan dengan bentuk pecahan.

Ada beberapa teori yang menjelaskan terjadinya miopia, diantaranya teori Aksial, teori Steiger dan teori Sato.Teori aksial atau teori lingkungan menyatakan bahwa status refraksi tergantung pada sumbu bola mata dan school myopia terjadi karena faktor lingkungan yaitu akibat bekerja dalam jarak dekat sehingga terjadi perpanjangan sumbu bola mata tanpa disertai perubahan kornea. Tapi teori ini tidak dapat menjelaskan mekanisme perpanjangan sumbu bola mata tersebut.Teori Steiger atau teori herediter menyatakan bahwa status refraksi ditentukan oleh kekuatan refraski kornea, lensa dan sumbu bola mata. Ketiga komponen tersebut hanya dipengaruhi secara herediter.Teori Sato atau teori lentikular atau teori refraktif menjelaskan bahwa pengaruh lingkungan terhadap myopia merupakan mekanisme adaptasi lensa karena akaomodasi yang terjadi secara terus menerus. Akomodasi ini terjadi karena penglihatan jarak dekat. Bekerja dalam jarak dekat tidak mempengaruhi kornea dan sumbu bola mata tetapi meningkatkan kekuatan refraksi lensa.

Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, pasien mengeluh penglihatan kabur saat melihat jauh, cepat lelah saat membaca atau melihat benda dari jarak dekat. Pada pemeriksaan opthalmologis dilakukan pemeriksaan refraksi yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara subjektif dan cara objektif. Cara subjektif dilakukan dengan penggunaan optotipe dari snellen dan trial lenses; dan cara objektif dengan oftalmoskopi direk dan pemeriksaan retinoskopi.

Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu koreksi lensa, obat-obatan, orthokeratology, dan bedah refraksi.

Pertama, koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang terbaik. Kedua, obat-obatan. Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari myopia pada anak-anak usia kurang 20 tahun. Ketiga, orthokeratology. Bagi orang-orang yang tidak nyaman pada penggunaan kacamata atau kontak lensa dan memenuhi kriteria umur, derajat miopia dan kesehatan secara umum dapat melakukan operasi refraksi mata sebagai alternatif atau pilhan ketiga untuk mengkoreksi miopia yang dideritanya. Ada tiga type dalam melakukan operasi mata tersebut: 1) radikal keratotomi, 2) photorefraktive keratectomi dan 3) laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK). LASIK merupakan metode terbaru di dalam operasi mata, LASIK direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk memotong flap secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali. Guna mencegah terjadinya penurunan gangguan penglihatan ada beberapa hal yang dilakukan sebagai tindakan pencegahan, antara lain: Sebaiknya tidak membaca terlalu dekat dengan waktu yang terlalu lama hingga 2 jam atau lebih. Hindari membaca terlalu lama tanpa istirahat. Berilah kesempatan bagi mata untuk istirahat setelah membaca terlalu lama dengan melihat jauh. Penerangan yang digunakan sebaiknya datang dari arah yang tidak mengakibatkan bahan bacaan tertutup oleh bayangan tubuh. Hindari membaca di bawah penerangan langsung yang terlalu kuat, rasa silau yang terlalu lama menyebabkan kelelahan. Pada waktu membaca diusahakan tetap melihat sama tegas dan sama jarak kedua mata dengan yang dibaca, pada umumnya jarak baca adalah 30-40 cm. Bila sedang menonton televisi pertahankan jarak 7 kali lebamya layar televisi atau kira-kira 2,5 meter. Perbaikan gizi merupakan strategi yang sangat baik dalam pencegahan penyakit mata dan kebutaan. Dalam hal kaitannya dengan pencegahan kebutaan adalah melalui pemberian vitamin A. Melalui pemberian makanan yang banyak mengandung vitamin A yang berasal dari sumber-sumber makanan setempat. Makanan yang cukup antioksidan seperti vitamin C dan E sangat membantu dalam mencegah kebutaan. Mengetahui secara dini tanda-tanda orang mengalami kelainan refraksi. Pada orang yang mengalami kelainan refraksi akan memberikan beberapa keluhan antara lain: sakit kepala didaerah tengkuk dan dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata dan penglihatan kabur. Bila dilakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan pada penderita kelainan refraksi kurang dari normal. Melakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan bagian pemeriksaan rutin semua penderita keluhan mata. Dengan dilakukannya pemeriksaan tajam penglihatan akan diketahui fungsi mata. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan dengan cara yang sederhana. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan diruangan yang tidak terlalu terang. Pemeriksaan dilakukan pada Jarak 5-6 meter dengan membaca barisan hurus terkecil dari kartu baku atau kartu Snellen (Suryanto, 2016).

Dirangkum dari berbagai sumber

Leave a Reply