Ditulis Oleh : M. Wahyu Budiana, A.Md.RO., S.K.M., Fiacle.,M.M.

Pemeriksaan refraksi yang dilakukan oleh praktisi dapat bersifat subjektif atau objektif dengan tahapan yang telah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya dapat menghasilkan koreksi yang terbaik untuk penderita kelainan refraksi atau pasien/customer bila dilakukan dengan mengikuti alur pemeriksaan yang baik dan benar. Alur pemeriksaan ini harus dilakukan secara berurutan dan rinci agar pemeriksaan tidak ada yang terlewat atau tertinggal dari satu tahap ke tahap berikutnya.  Untuk itu diperlukan suatu urutan dari alur pemeriksaan terperinci yang menggambarkan secara keseluruhan dari pemeriksaan refraksi yang dilakukan.

Pada umumnya, pemeriksaan refraksi akan diawali dengan melakukan anamnesis atau wawancara refraksi yaitu suatu kegiatan tanya jawab dan komunikasi antara pemeriksa dengan pasien/pelanggan/customer penderita kelainan refraksi dengan tujuan untuk menggali informasi dari pasien  yang dibutuhkan untuk jalannya pemeriksaan.  Kegiatan anamnesis ini terutama ditujukan untuk mendapatkan data tentang :

  1. Keluhan yang dirasakan pasien baik keluhan utama maupun keluhan tambahan yang menyertainya
  2. Gejala – gejala yang timbul yang berhubungan dengan keluhan yang dirasakan oleh pasien terutama yang berhubungan dengan gejala kelainan refraksi
  3. Riwayat pribadi yang berhubungan dengan keadaan dari organ penglihatan pasien yang diderita dan dirasakannya sesuai dengan keluhan dan gejala yang timbul
  4. Riwayat  keluarga, terutama riwayat tentang kesehatan dan atau tentang penyakit yang diderita oleh keluarga dan berhubungan dengan keadaan dan kondisi pasien secara pribadi

Tahap berikutnya setelah anamnesis dilakukan dengan lengkap maka dilakukan pemeriksaan pendahuluan yaitu pemeriksaan untuk menentukan keadaan mata kasar secara keseluruhan agar pemeriksan dapat berjalan dengan mudan dan benar.  Pemeriksaan pendahuluan ini terdiri dari beberapa jenis pemeriksaan yaitu

1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan/Acies Visus

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan ketajaman penglihatan mata pasien/customer baik tanpa kacamata/lensa kontak atau dengan kacamata/lensa kontak

2. Identifikasi posisi bola mata

Posisi bola mata perlu diidentifikasi kedudukannya apakah dalam posisi yang lurus ketika melihat jauh/dekat ataukah posisinya tidak lurus hal ini bisa dilakukan dengan pemeriksaan tutup mata (Cover Test) atau Hirschberg Test

3. Identifikasi gerak bola mata

Pemeriksaan gerak bola mata (ocular motility) sebaiknya selalu dilakukan terutama apabila pasien mengeluh adanya penglihatan ganda atau praktisi menduga adanya penyakit neurologis

4. Pemeriksaan lapang penglihatan

Skrining Lapang pandang dapat digunakan untuk mendeteksi kehilangan fungsi retina dalam kondisi-kondisi seperti Glaukoma.Pemeriksaan/ skrining ini ditujukan untuk memperkirakan adanya gangguan lapang pandang seseorang dengan cara membandingkan lapang pandang pasien dengan lapang pandang pemeriksa yang normal.

5. Identifikasi fungsi pupil

Pemeriksaan Fungsi Pupil dapat memberikan keterangan yang terkait dengan neurologis penting dari pasien

6. Pengukuran Jarak Antar Pusat Pupil (IPD)

Jarak antar pupil (IPD) diukur terlebih dulu, supaya trial frame atau phoroptor sesuai dengan PD pasien, dan untuk lebih memastikan pasien melihat melalui pusat lensa

7. Identifikasi kondisi mata

Identifikasi keadaan segmen belakang bola mata, pemeriksaan keadaan segmen belakang mata ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan segmen belakang mata dengan menggunakan oftalmoskop direk.  Kemudian lakukan pemeriksaan tekanan bola mata bertujuan untuk memperkirakan tekanan bolamata seseorang dengan menekan bolamata pasien, menggunakan jari tangan (tes palpasi).  Mungkin diperlukan pula pemeriksaan tes macula dan pemeriksaan penglihatan warna dengan ishihara.

Untuk lengkapnya alur pelayanan pemeriksaan refraksi adalah sebagai berikut

Sumber Pustaka :

  1. AK Khurana (2007), Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition, New Delhi : New Age International (P) Publishers.
  2. Bikas Bhattatcharyya (2009), Visual Science and Clinical Optometry, New Delhi : Jaypee Brother Medical Publishers.
  3. William J. Benyamin (2006), Borish’s Clinical Refraction Second Edition, St. Louis : Butterworth – Heinemann.

Leave a Reply