Ditulis Oleh : Nisa Zakiati Umami, A.Md.RO., S.I.P.

Optik yang dijalankan oleh Ahli Madya Refraksionis Optisien harus memberikan pelayanan, pemeriksaan dan penanggulangan yang maksimal dan memuaskan terhadap masyarakat yang mempunyai masalah terkait kelainan refraksi. Kelainan refraksi yang pada umumnya diderita oleh banyak orang adalah myopia dan hypermetropia.

Selain dari pada itu, masalah terkait kelainan refraksi yang akhir-akhir ini masih menjadi keluhan sebagian besar masyarakat dan tantangan bagi optik dalam penanganannnya adalah kelainan refraksi anisometropia. Kelainan refraksi anisometropia adalah kondisi dimana kedua mata mempunyai status kelainan refraksi yang berbeda atau perbedaan derajat kelainan refraksi yang cukup berarti. Contoh pertama, mata kanan myopia dan mata kiri hypermetropia. Contoh kedua, mata kanan myopia rendah dan mata kiri myopia tinggi, atau mata kanan hypermetropia rendah dan mata kiri hypermetropia tinggi. Oleh sebab itu, anisometropia ini termasuk kelainan refraksi yang unik dan pastinya sangat menggangu penglihatan sehingga perlu penanganan secara mendalam dengan pemberian kacamata yang khusus. Kelainan refraksi anisometropia harus diketahui lebih awal dengan pemeriksaan mata sedini mungkin. Anisometropia bisa terjadi pada semua golongan usia. Pada usia anak- anak, anisometropia didapat sejak lahir. Lain halnya pada usia remaja atau dewasa, anisometropia terjadi karena faktor trauma, kelainan penyakit atau perubahan sistem alat- alat tubuh. Apabila kelainan refraksi anisometropia yang tidak terkoreksi, dalam arti anisometropia yang berlarut-larut karena tidak diketahui lebih awal atau tidak dikoreksi dengan kacamata yang tepat maka akan berdampak pada penurunan penglihatan sehingga akan muncul mata malas atau amblyopia.

Dari penjelasan diatas dan mengingat dampak buruk yang akan terjadi, penulis merasa masalah anisometropia harus mendapatkan perhatian dari masyarakat. Masyarakat harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup mengenai anisometropia. Kebanyakan orang melakukan pemeriksaan mata setelah keadaan penglihatannya sudah bermasalah. Penulis berharap kesadaran masyarakat harus lebih ditingkatkan tentang pentingnya sebuah penglihatan.

Anisometropia adalah kondisi dimana status refraksi satu mata berbeda dengan mata yang lainnya (Boorish, 1970). Anisometropia berasal dari kata “a” yang artinya “tidak”, dan “iso” yang artinya “sama”. Dengan begitu, secara harfiah anisometropia dapat diartikan sebagai kelainan refraksi yang tidak sama. Gejala anisometropia meliputi sakit kepala, penglihatan tidak nyaman, mata terasa panas, mata terasa ditarik, mata terasa ditekan, mata gatal, photophobia, mata lelah (astenopia) dan merasa tidak biasanya (Michael, 1975).

Sedangkan istilah dari anisometropia yang tidak terkoreksi adalah keadaan pasien yang didiagnosa memiliki kelainan anisometropia, namun belum diberikan kacamata. Menurut Troy E. Fannin dalam bukunya Clinical Optics menjelaskan mengenai seseorang dengan anisometropia yang tidak terkoreksi tidak akan pernah melihat bayangan jelas dari kedua mata secara bersamaan. Dengan demikian, ketika terdapat anisometropia yang tidak terkoreksi, mata selalu berakomodasi dalam berbagai kondisi jarak penglihatan sehingga bisa terjadi salah satu bayangan di retina menjadi fokus dan satu bayangan yang lain tetap atau bahkan lebih buram (Fannin, Troy E, and Theodore Grosvenor, 1996). Berdasarkan asal usul, anisometropia muncul karena faktor kelahiran (congenital) dan keturunan (hereditary – predetermined at birth) (Agarwal, 2002). Anisometropia kongenital dipengaruhi oleh perbedaan perkembangan kedua bola mata (Khurana, 2008).